Sipardalan News: Percepat Pembangunan, Ibu Kota Sumut Diusul Pindah ke Kawasan Danau Toba

Kunjungan Jokowi ke Parapat, Februari 2022

Percepat Pembangunan, Ibu Kota Sumut Diusul Pindah ke Kawasan Danau Toba
Baca juga:

Sipardalan News: Camat Tanah Jawa Akui Kesulitan Cari TPA Sampah

Usulan Ibu kota Provinsi Sumatera Utara yang saat ini berada di Kota Medan dipindah ke kawasan Danau Toba, dengan alternatif Tapanuli Tengah (Tapteng) dan Kepulauan Nias.

Baca juga:

Sipardalan News: Pj Bupati Tapteng Yetti Dicopot, Dr Elfin Iliyas Nainggolan Jadi Pengganti

Ini dilakukan sebagai solusi dalam mengatasi jauhnya akses kabupaten/kota ke ibu kota provinsi, sekaligus upaya lain dalam menyikapi keputusan pemerintah yang hingga kini belum mencabut moratorium pemekaran daerah. Sehingga keinginan masyarakat Sumut untuk membentuk provinsi baru, di antaranya Provinsi Tapanuli dan Kepulauan Nias belum kesampaian.

Usulan pemindahan ibu kota Provinsi Sumut itu disampaikan mantan anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDIP, Sutrisno Pangaribuan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/11/2022).

Menurut Presidium Kongres Rakyat Nasional (KoRaN) ini, pemindahan ibu kota dari Medan ke kabupaten/kota dapat dilakukan untuk pemerataan pembangunan.

“Ibu kota negara saja bisa pindah, apalagi ibu kota provinsi sangat mungkin. Ibu kota provinsi dapat dipindahkan ke kawasan Danau Toba, atau ke Tapanuli Tengah, maupun ke Pulau Nias. Dari berbagai alternatif itu, kawasan Danau Toba lebih prioritas, karena akses transportasi darat dan udara lebih mudah. Hingga akhir 2024, jalan tol dari Tebingtinggi ke Parapat akan selesai. Kemudian Bandara Sibisa di Toba dan Silangit di Tapanuli Utara akan menopang ibu kota provinsi baru,” papar Sutrisno.

Pemindahan ibu kota provinsi ini, terang Sutrisno, juga selaras dengan perampingan organisasi perangkat daerah (OPD) yang sedang dikaji Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan keterangan Gubernur Edy Rahmayadi, perampingan OPD dapat menghemat Rp800 miliar. Maka dana tersebut dapat digunakan secara bertahap untuk fasilitasi pemindahan ibu kota Provinsi Sumut.

Menurut Sutrisno, pemindahan ibu kota provinsi bukan hal yang baru. Berdasarkan PP No 29 Tahun 1979, Provinsi Sumatera Barat memindahkan ibu kota dari Bukit Tinggi ke Padang. Rencana pemindahan ibu kota provinsi juga sedang intensif dibahas Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun Maluku.

“Sehingga ide, gagasan pemekaran provinsi di Sumatera Utara dapat kita alihkan untuk pemindahan ibu kota provinsi ke kawasan Danau Toba,” ujarnya.

Sebagai diketahui, pemerintah masih memberlakukan moratorium pemekaran daerah. Beberapa waktu lalu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) menegaskan hingga saat ini pemerintah masih melakukan moratorium pembentukan daerah otonomi baru.

Adapun moratorium pemekaran daerah yang diberlakukan saat ini adalah kelanjutan moratorium hasil kesepakatan rapat konsultasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Pimpinan DPR RI Marzuki Ali, 14 Juli 2010 di Istana Negara. Dalam pertimbangan saat itu, pemekaran daerah justru berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Namun, keputusan pemerintah yang memekarkan Provinsi Papua menjadi 5 provinsi, dengan 3 panambahan provinsi baru, yakni Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah, bertolak belakang dengan kebijakan nasional pemerintah Indonesia yang sedang memberlakukan moratorium pembentukan DOB.

Di Provinsi Sumut, setidaknya sudah ada 2 usulan untuk pembentukan provinsi baru, yakni Provinsi Tapanuli dan Provinsi Kepulauan Nias. Kedua usulan pembentukan provinsi baru ini bahkan sudah masuk daftar RUU 65 DOB yang disahkan dalam sidang paripurna DPR pada 24 Oktober 2013.

Cakupan wilayah Provinsi Tapanuli adalah Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Tengah, dan Kota Sibolga. Sedangkan Provinsi Kepulauan Nias terdiri dari Kabupaten Nias, Nias Utara, Nias Barat, Nias Selatan dan Kota Gunungsitoli.

Namun, pembentukan 65 DOB ini terbentur oleh kebijakan pemerintah yang melakukan moratorium pemekaran daerah, yang hingga kini belum dicabut. Alasan diberlakukannya moratorium karena presentase keberhasilan DOB yang sudah terbentuk kecil. Sebanyak 70 persen di antaranya belum baik.

Komentar