Pro-Kontra Tercipta Usai Jokowi Terbitkan Perppu Cipta Kerja
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja. Usai Perppu diterbitkan, muncul pro dan kontra.
Jokowi mengungkapkan alasan Perppu Cipta Kerja
diterbitkan. Kondisi global yang tidak menentu disebutnya menjadi pertimbangan
menerbitkan Perppu itu.
Jokowi mengatakan dunia sedang tidak baik-baik saja. Dia menegaskan Perppu Cipta Kerja dikeluarkan untuk menjawab kepastian hukum.
"Kemudian sebetulnya dunia tidak sedang baik-baik saja, ancaman-ancaman, risiko ketidakpastian itulah yang menyebabkan kita mengeluarkan perppu karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum yang dalam persepsi investor, baik dalam maupun luar. Sebetulnya itu, yang paling penting karena ekonomi di 2023 akan sangat tergantung pada investasi dan ekspor," ujar Jokowi.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia
mengkritik pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). PSHK
meminta DPR menolak Perppu Ciptaker tersebut.
Direktur Eksekutif PSHK Gita Putri awalnya
mempertanyakan dasar penerbitan Perppu Ciptaker. Dia mengatakan pemerintah
membuat alasan yang mengada-ada soal penerbitan Perppu ini.
"Menurut Pemerintah, kehadiran Perppu
Ciptaker telah memenuhi syarat dibentuknya sebuah Perppu yakni adanya kebutuhan
mendesak dan kekosongan hukum. Pernyataan ini tidak berdasar dan patut
dipertanyakan logikanya, mengingat MK dalam Putusan 91/PUU-XVIII/2020
mensyaratkan UU Ciptaker untuk diulang proses pembentukannya dengan
memerhatikan salah satunya mengenai partisipasi yang bermakna. Penerbitan
Perppu adalah seperti siasat sehingga secara keseluruhan seolah mengkhianati
amanah MK demi mengakali syarat partisipasi bermakna ini," kata Gita
kepada wartawan, Sabtu (31/12).
Dia mengatakan penerbitan Perppu Ciptaker
merupakan bukti pemerintah tidak menjadikan publik sebagai mitra dalam
penyusunan produk legislasi. Dia juga menuding penerbitan perppu itu
menunjukkan pemerintah dalam posisi tidak seimbang dalam perencanaan,
penyusunan dan pembahasan produk hukum.
"Terlihat bahwa ada perbedaan dalam pelibatan
pihak-pihak terdampak dalam proses legislasi. Contohnya bisa dilihat dari
penyusunan Omnibus Cipta Kerja di tahun 2019 hingga KUHP di tahun 2022. Hanya
mereka yang memiliki kepentingan sama dengan Pemerintah yang mendapat karpet
merah mendapat panggung untuk didengar. Namun kelompok buruh, kelompok
disabilitas, kelompok minoritas agama, kelompok minoritas seksual, serta
kelompok masyarakat rentan lainnya justru terdiskriminasi dengan tidak mendapat
ruang dan pelibatan secara aktif dalam penyusunan produk hukum tersebut,"
ujarnya.
Gita juga menilai ada ketidakjelasan soal
kedaruratan untuk membuat Perppu. Menurutnya, tak ada kekosongan hukum yang
terjadi usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi UU Ciptaker.
"Justru mandat dari putusan MK untuk menyusun
ulang UU Omnibus Cipta Kerja tersebut malah secara aktif diabaikan oleh
Pemerintah dengan keluarnya Perppu ini. Argumentasi kepentingan ekonomi dalam
penerbitan Perppu Cipta Kerja ini juga memberikan kode yang membingungkan bagi
publik. Apabila ada kebutuhan pengencangan anggaran karena potensi ekonomi yang
memburuk, mengapa justru ada pengeluaran uang dengan skala masif, misalnya
untuk membangun IKN dan memaksakan pembentukan UU IKN," ujarnya.
Dia menganggap pemerintah abai terhadap
partisipasi publik. Dia juga menuding Perppu Ciptaker sebagai wujud ruang gelap
legislasi karena dokumen Perppu Ciptaker belum dipublikasi.
"Di samping banyaknya pertanyaan dan polemik
yang ditimbulkan dari penerbitan Perppu Ciptaker, celakanya sampai dengan rilis
ini disusun dokumen Perppu Ciptaker belum dapat diakses. Hal itu menguatkan
kesan bahwa Pemerintah semakin menarik proses pembentukan peraturan
perundang-undangan ke ruang gelap. Padahal prinsip transparansi adalah
prasyarat terbukanya ruang partisipasi yang bermakna," ujarnya.
Gita pun meminta DPR menolak Perppu Cipta Kerja
itu karena telah mengabaikan putusan MK. Berikut tiga poin tuntutan PSHK
terkait Perppu Ciptaker:
1. DPR untuk menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022
tentang Cipta Kerja karena telah mengabaikan Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020;
2. Presiden dan DPR harus melakukan pembahasan
kembali UU Ciptaker sebagaimana amanat UU MK 91/PUU-XVIII/2020 dengan
menghadirkan ruang partisipasi masyarakat yang bermakna dalam prosesnya; dan
3. Presiden dan DPR untuk menghentikan praktik
ugal-ugalan dalam proses legislasi dan kembali pada asas-asas pembentukan
peraturan perundang-undangan yang baik.
Berbeda dengan PSHK, Partai Buruh justru setuju
dengan langkah Jokowi menerbitkan Perppu Ciptaker. Partai Buruh memandang
langkah ini lebih baik dari pada perbaikan UU diserahkan ke DPR yang mereka tak
percayai.
"Jadi Perppu boleh, maka kami gunakan
pendapat pertama daripada dikasih DPR yang kami mosi tidak percaya," kata
Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam konferensi pers virtual, Sabtu (31/12).
Said Iqbal mengatakan Partai Buruh tidak percaya
terhadap DPR untuk mengesahkan UU Ciptaker. Dia menilai langkah yang diambil
Jokowi sudah sesuai dengan ketentuan berlaku, yaitu adanya alasan kedaruratan
mengeluarkan Perppu.
"(Meskipun) alasan pemerintah dengan partai
buruh beda, kedaruratan sudah saya sebut tadi, darurat upah nggak pernah naik,
darurat outsourcing merajalela, gampang di PHK, easy hiring, easy firing,
darurat pekerja kontrak berulang ulang darurat pesangon kecil," ujarnya.
"Dengan dasar itulah maka kami memilih
Perppu," tambah dia.
Said Iqbal mengaku dirinya belum mengetahui isi
Perppu yang diterbitkan pemerintah. Dia mengaku siap melawan apabila ada isi
Perppu ternyata makin merugikan buruh.
"Bilamana isi Perppu tidak sesuiai harapan
yang diusulkan Partai Buruh dan organisasi serikat pekerja tentu kami tolak
Perppu. Tentu ada langkah hukum kembali tentukan judisial langkah perjuangan
melakukan aksi," ucapnya.
Dia mengatakan ada sejumlah dialog yang dilakukan
Partai Buruh dengna pemerintah terkait UU Ciptaker yang telah dinyatakan
inkonstitusional bersyarat oleh MK. Setidaknya, kata Said Iqbal, ada 9 poin
yang diusulkan untuk direvisi, khususnya pada klaster ketenagakerjaan.
"Bahkan isi Perppu versi usulan Partai Buruh
dan serikat buruh sudah didiskusikan dengan tim Kadin, dialog, sosial dialog.
Sikap kami kembali ke UU 13 tahun 2003 yang merah. Jadi nggak main-main
daripada dibahas di DPR mosi tidak percaya, hanya politisasi penuh kebohongan
waktu itu. Kami nggak mau jatuh di lubang yang sama," ucapnya.
"Saya percaya Presiden Jokowi mendengar
asalkan punya argumentasi kuat. Saya berkeyakinan isi Perppu sesuai
harapan," imbuhnya.
lasan Penerbitan Perppu Ciptaker
Menko Polhukam Mahfud Md menjelaskan alasan
pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Salah satunya, kata Mahfud, ada
kondisi yang dinilai darurat.
"Aspek hukum dan peraturan perundang-undangan
terkait keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tertanggal 30 Desember ini adalah
karena alasan mendesak atau kebutuhan mendesak. Sesuai dengan putusan MK Nomor
138 PUU 7 2009 yang waktu itu saya sebagai Ketua MK menandatangani," kata
Mahfud dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (30/12).
Mahfud menerangkan ada tiga kondisi dikeluarkannya
perppu sesuai ketentuan perundang-undangan. Pertama, pemerintah membutuhkan
dengan cepat undang-undang namun aturan itu belum ada.
"Alasan dikeluarkannya perppu itu ya pertama
karena ada kebutuhan yang mendesak ya, kegentingan memaksa untuk bisa
menyelesaikan masalah hukum secara cepat dengan undang-undang tetapi
undang-undang yang dibutuhkan untuk itu belum ada atau sehingga terjadi kekosongan
hukum," ujar Mahfud.
detik.com
Komentar
Posting Komentar