Sumber foto: kliik.id
Ternyata Bung Karno Bantu
Gambar Bendera Aljazair untuk KAA 1955
Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-5 RI menjadi
pembicara secara virtual di acara 'Bandung-Belgrade-Havana in Global History
and Perspective'. Dalam kegiatan tersebut Megawati menceritakan sejarah
Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955.
Baca juga:
Sipardalan News: Arus Lalu Lintas Bumi Perkemahan Sibolangit Macet, Kapolrestabes Medan Amankan Unjuk Rasa
Acara tersebut dibuka dengan tajuk 'Whats dreams, what
challenge, what projects for a global future' di Gedung Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI) di kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Senin (7/11/2022).
Kemudian, Megawati sempat menjadi pembicara dalam acara
tersebut. Dia sempat mengungkap sejarah Konferensi Asia Afrika.
Baca juga:
Sipardalan News: Kabar Gembira, Pemkab Simalungun Buka 186 Formasi P3K untuk Guru Prioritas
"Kalau kita ingat dari sejarah, di tempat inilah
gerak solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika menyatu. Para pemimpin bangsa dari
29 negara bertemu. Mereka memenuhi panggilan sejarahnya. Mereka berjuang untuk
mewujudkan suatu tata dunia baru yang seharusnya bebas dari kolonialisme dan
imperialisme. Mereka berkumpul dengan satu tekad, untuk mewujudkan perdamaian
dunia yang saat itu terancam oleh Perang Dingin," ucap Megawati.
Lebih lanjut, Megawati bicara soal peran Bung Karno
dalam Konferensi Asia Afrika. Dia mengaku bangga dengan peran Sukarno dalam
pertemuan dunia yang digelar di Bandung itu.
"Jadi, yang paling saya kagumi adalah dengan
caranya Bung Karno itu bisa mengajak yang namanya sekarang menjadi Republik
Rakyat Tiongkok untuk ikut di dalam Konferensi Asia-Afrika tersebut," ujar
dia.
Lalu, Megawati bercerita salah satu momen Bung Karno
yang mungkin tidak terekam dokumentasi. Dia menyebut saat itu sebetulnya acara
Konferensi Asia Afrika hanya dikhususkan bagi negara-negara yang sudah merdeka.
Sementara, kata Megawati, jika ada negara lain
yang belum merdeka, tapi ikut, maka akan menjadi peninjau.
Singkat cerita, Megawati mengatakan saat itu salah satu
negara Aljazair tidak terima dengan aturan itu lantaran ingin menjadi bagian
dari Konferensi Asia Afrika.
"Ketika itu datanglah delegasi Aljazair, mereka
protes karena memang waktu itu Aljazair belum merdeka, karena tidak mau
jauh-jauh datang kok sebagai peninjau," tuturnya.
Sukarno, lanjut Megawati, mengetahui hal itu. Lalu
Sukarno bukannya melarang tapi justru mencari jalan keluar untuk Aljazair agar
bisa berpartisipasi.
"Beliau minta kertas di tempat kosong itu kan
biasanya ada nama, lalu untuk bendera. Jadi Bung Karno hanya nanya gini 'Kalian
kalau nanti merdeka, bendera kalian seperti apa?' Jadi orang itu yang ditanya
ngomong, Bung Karno kan arsitek, jadi pintar gambar. Jadi dia cepat, ngikuti.
Nah, langsung ditanya 'Apakah ini benderamu?', (dijawab) 'Yes'," kata
Megawati.
Seketika itu, Megawati menyebut Bung Karno mengesahkan
bendera Aljazair dan mengakui negara itu sebagai peserta Konferensi Asia
Afrika.
"Oke, ditaruh di tempat bendera. Panitia dipanggil,
'Dia (Aljazair) sah sebagai pengikut, bukan peninjau'. Wah kan senang
banget," tutur Megawati.
Sejumlah peneliti dari berbagai dunia juga hadir untuk
mendalami pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 yang diinisiasi
Presiden ke-1 RI Sukarno. Para peneliti itu
yakni Annamaria Artner (Hungaria), Connie Rahakundini Bakrie (Indonesia), Isaac
Bazie (Bukrina Faso/Canada), Beatriz Bissio (Brasil/Uruguay), Marzia Casolari
(Italia), Gracjan Cimek (Poland), Bruno Drweski (Prancis/Polandia), Hilman
Farid (Indonesia), Darwis Khudori (Indonesia/Prancis), Seema Mehra Parihar
(India), Jean-Jacques Ngor Sene (Senegal/USA), Istvan Tarrosy (Hungaria),
Rityusha Mani Tiwary (India), Nisar Ul Haq (India).
Kepala ANRI Imam Gunarto menjelaskan terkait konferensi
yang dilaksanakan hari ini dan diikuti oleh sejumlah negara. Dia mengatakan
pihaknya ingin menggali semangat KAA untuk dihidupkan pada saat ini.
"Jadi genetik, leadership Indonesia, yang kemudian sekarang diwujudkan dalam kepemimpinan G20 itu tidak muncul begitu saja. Tetapi ada gain-nya, sejak dulu kita itu bagian dari pewaris pimpinan dunia. Jadi, tidak heran kalau memang bangsa kita jadi bangsa pemimpin," kata Imam Gunarto.
Komentar
Posting Komentar