SIPARDALAN NEWS: Ada Kuburan Diatas Tiga Pohon, Begini Sejarahnya

 

SIPARDALAN NEWS: Kuburan Diatas Pohon

Kuburan di Atas Pohon berada di kuburan diatas pohon yang berada di Lumban Sijabat Desa Tomok, Kecamatan Simanindo. Dikutip dari desatomok.blogspot.com lokasi ini merupakan makam dari Raja Ompu Siuluan atau Ompung Gasal, anak kesayangan dari Raja Oppu Datu. Raja Oppu Datu adalah orang pertama yang membuka Dusun Lumban Sijabat. Menurut Luhut Sijabat, keturunan ketujuh belas dari Raja Oppu Datu, makam ini sudah dibangun sekitar 450 tahun yang lalu. Raja Oppu Datu membangun makam ini untuk mengenang anaknya.

Baca juga:

Dalam tradisi lisan setempat, diceritakan bahwa Raja Ompu Siuluan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan adat-istiadat setempat. Ia jatuh cinta dengan istri seorang raja. Akibat perbuatannya tersebut, sang raja melaporkan hal ini kepada Raja Oppu Datu. Namun, Raja Oppu Datu tidak percaya dengan tuduhan yang diarahkan kepada anak kesayangannya.

Untuk membuktikan kebenarannya, keempat raja “Siopat Ama” (Sidabutar, Sijabat, Siadari, dan Sidabalok) sepakat untuk membuat sebuah pengadilan menurut hukum adat Batak.

Berdasarkan kesepakatan tersebut, digunakan senjata sakti (Bodil Simadang-adang) milik Raja Oppu Datu. Senjata ini dipercaya dapat mengejar orang yang dinyatakan bersalah. Karena kesaktiannya, Bodil Simadang-adang mengenai Raja Siuluan meskipun ia telah bersembunyi.


Baca juga:

Untuk mengenang kematian anak kesayangannya, Raja Oppu Datu memerintahkan untuk melaksanakan sebuah acara pemakaman. Ompu Gasal dikubur dalam sebuah peti batu dan di sekitarnya ditanami pohon hariara. Sekitar 350 tahun yang lalu tumbuh pohon bintatar dan jajabi di dekat peti.

Seiring berjalannya waktu, peti tersebut terangkat di atas ketiga pohon. Ketiga jenis pohon, yaitu hariara; bintatar; dan zabi-zabi/jajabi (beringin) memiliki arti masing-masing.

Pohon hariara melambangkan peribahasa hariara madundung, madundung tubonana, artinya kemanapun keturunan orang Batak berada, mereka tidak akan lupa dengan kampung halamannya (bonapasogit).

Baca juga:

Pohon hariara yang kokoh (tanggo pirait-raitton) menggambarkan keturunan nenek luhur yang selalu sehat dimanapun mereka berbeda.

Sedangkan pohon bintatar bagi orang Batak melambangkan peribahasa horas hita na marhaanggi molo tongtong hita marsipairing-iringan (jika kita bersatu dan bersepakat maka berkat akan lebih mudah didapat).

Pohon bintatar digunakan sebagai bahan bangunan rumah Batak karena batangnya yang besar. Sementara itu, pohon zabi-zabi/jajabi memiliki makna yang sangat penting bagi orang Batak.

Pohon jajabi yang meneduhkan merupakan perwujudan dari martabtap ma baringin marurat jabi-jabi; horas tondi madingin; ditumpak opputta mulajadi, artinya seluruh keturunan orang Batak yang percaya kepada Yang Maha Kuasa (Mulajadi Na Bolon) akan dilindungi.

Tiga jenis pohon yang tumbuh berdampingan melambangkan filosofi kehidupan orang Batak, yaitu Dalihan Na Tolu. Filosofi Dalihan Na Tolu berarti tungku yang berkaki tiga.

Filosofi ini memuat tiga pedoman hidup bagi orang Batak untuk menjaga keharmonisan dalam hubungan kekeluargaan.

Yang pertama adalah Somba Marhula-hula yang artinya kita harus menghormati hula-hula, yaitu saudara laki-laki dari pihak istri.

Yang kedua adalah Elek Marboru, artinya kita harus bersikap lemah lembut kepada saudara perempuan. Istilah ketiga adalah Manat Mardongan Tubu, artinya kita harus akur dengan saudara semarga.


Komentar